Eksplorasi & Produksi Perusahaan Pertambangan

Dalam usaha Pertambangan Mineral dan Batubara telah diatur dalam Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Minerba, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam PP tersebut diatur secara jelas mengenai syarat-syarat baik secara administratif & teknis, bagaimana perusahaan dpt memperoleh” IUP (Izin Usaha Pertambangan)” dalam berbagai skala eksplorasi dan produksi.

”Persyaratan Untuk Memperoleh IUP Eksplorasi”

Pasal 23 PP 23/2010 mengatur bahwa persyaratan IUP Eksplorasi meliputi persyaratan:
– Administratif;
– Teknis;
– Lingkungan; dan
– Finansial

A.Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk badan usaha meliputi:

a.Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1.surat permohonan;
2.susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3.surat keterangan domisili.

b.Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dari batuan:
1.surat permohonan;
2.profil badan usaha;
3.akta pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4.nomor pokok wajib pajak;
5.susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6.surat keterangan domisili.

>Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk koperasi meliputi:

a.Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1.surat permohonan;
2.susunan pengurus; dan
3.surat keterangan domisili.

b.Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan:
1.surat permohonan;
2.profil koperasi;
3.akta pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4.nomor pokok wajib pajak;
5.susunan pengurus; dan
6.surat keterangan domisili.

>Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk orang perseorangan, meliputi:

a.Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1.surat permohonan; dan
2.surat keterangan domisili.

b.Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan:
1.surat permohonan;
2.kartu tanda penduduk;
3.nomor pokok wajib pajak; dan
4.surat keterangan domisili.

> Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:

a.Untuk IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara:
1.surat permohonan;
2.susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
3.surat keterangan

b.Untuk IUP Eksplorasi mineral bukan logam dari batuan:
1.surat permohonan;
2.profil perusahaan;
3.akta pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;
4.nomor pokok wajib pajak;
5.susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6.surat keterangan domisili.

B.Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf b untuk IUP Eksplorasi, meliputi:
1.  daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;
2. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional,

C.Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam huruf c untuk IUP Eksplorasi meliputi : pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

D.Persyaratan finansial:
sebagaimana dimaksud dalam huruf d untuk IUP Eksplorasi, meliputi:
1.bukti penempatan jaminan. kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi; dan
2.bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral logam atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah.

“IUP Operasi Produksi”

IUP operasi produksi adalah izin yang diberikan untuk kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan dalam rangka pertambangan. IUP tipe ini diberikan kepada badan usaha, koperasi atau perseorangan sebagai peningkatan dari kegiatan eksplorasi. Pasal 46 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) mengatur bahwa setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya.

Persyaratan Untuk Memperoleh IUP Operasi Produksi
Pasal 23 PP 23/2010 mengatur bahwa persyaratan untuk memperoleh IUP Operasi Produksi meliputi persyaratan:
– Administratif;
– Teknis;
– Lingkungan; dan
– Finansial

A.Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk badan usaha meliputi:

a.Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1.surat permohonan;
2.susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3.surat keterangan domisili.

b.Untuk IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dari batuan:
1.surat permohonan;
2.profil badan usaha;
3.akta pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4.nomor pokok wajib pajak;
5.susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6.surat keterangan domisili.

Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk koperasi meliputi:

a.Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1.surat permohonan;
2.susunan pengurus; dan
3.surat keterangan domisili.

b.Untuk IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:
1.surat permohonan;
2.profil koperasi;
3.akta pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4.nomor pokok wajib pajak;
5.susunan pengurus; dan
6.surat keterangan domisili.

Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk orang perseorangan, meliputi:

a.Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1.surat permohonan; dan
2.surat keterangan domisili.

b.Untuk IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan:
1.surat permohonan;
2.kartu tanda penduduk;
3.nomor pokok wajib pajak; dan
4.surat keterangan domisili.

Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:

a.Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:
1.surat permohonan;
2.susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
3.surat keterangan

b.Untuk IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dari batuan:
1.surat permohonan;
2.profil perusahaan;
3.akta pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;
4.nomor pokok wajib pajak;
5.susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6.surat keterangan domisili.

B.Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam huruf b untuk IUP Operasi Produksi, meliputi:
1.peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional;
2.laporan lengkap eksplorasi;
3.laporan studi kelayakan;
4.rencana reklamasi dan pascatambang;
5.rencana kerja dan anggaran biaya;
6.rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan
7.tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.

C.Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam huruf c untuk IUP Operasi Produksi meliputi:

1.pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
2.persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D.Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam huruf d untuk IUP Operasi Produksi, meliputi:

1.laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
2.bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
3.bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi pemenang lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang telah berakhir.

Posted with WordPress for BlackBerry.

Bungkus kejahatan pakai alat antisadap DPR?

Gresnews.Com | Situs Berita Hukum dan Politik | Bungkus kejahatan pakai alat antisadap DPR?.

Gresnews.Com | Situs Berita Hukum dan Politik | Bungkus kejahatan pakai alat antisadap DPR?

Jakarta – Anggota DPR berkumpul merencanakan pemasangan alat antisadap. Apa yang terbayang dalam benak pembaca? Kejahatan macam apa yang hendak dibungkus? Dalilnya sederhana: kejahatan terbentuk karena ada kesempatan dan niat!

Somasi gresnews.com kali ini akan mengupas konspirasi para politisi Senayan untuk menghadang publik dan penegak hukum mengakses tindak-tanduk mereka dengan cara memasang alat antisadap.

Dana antisadap
Ketakutan terhadap penyadapan sudah lama menghantui para anggota Dewan. Pasalnya, ATIS (Audio Telecommunication International System) Gueher Gmbh besutan Jerman milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbukti ampuh menyadap sistem komunikasi para koruptor dan mengirimkan pelakunya ke bui. Alat KPK itu akan menyadap ponsel pelaku dan mengirimkannya ke sistem KPK. Untuk melengkapi fungsi penegakan hukum, KPK juga mempunyai alat firing bikinan negeri Paman Sam dan macrosystem besutan Polandia. KPK pun mengirimkan penyidik-penyidiknya untuk berlatih menggunakan sistem penyadapan canggih itu ke Jerman.

Amunisi KPK begitu lengkap, anggota Dewan pun merasa perlu bertindak untuk mengantisipasi serangan penyadapan tersebut. Catatan gresnews.com, pada paruh kedua 2011, Panitia Kerja (Panja) Revisi UU 30/2002 tentang KPK menggulirkan gagasan untuk menggunting kewenangan penyadapan KPK. Menyadap diarahkan melalui syarat izin ketua pengadilan. Wakil Ketua Komisi III DPR Fahri Hamzah, saat itu, merupakan satu dari sekian politisi yang gencar menggulirkan gagasan itu.

Merasa tak cukup menggunting lewat instrumen pasal, DPR pun menyelipkan gagasan lain: membeli alat antisadap! Pos anggaran pun disiapkan bersamaan dengan rencana renovasi ruang kerja Badan Anggaran DPR seluas 780,89 meter persegi.

Berikut penelusuran gresnews.com.

Dokumen Keputusan Rapat Pleno Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) bersama Sekretariat Jenderal pada 22 Juli 2011 mengenai Realokasi Anggaran Pembangunan Gedung DPR RI Tahun 2011 Nomor: 162/BURT/R.Pleno/MS.IV/07/2011, diteken oleh Ketua Rapat Pius Lustrilanang, memutuskan hal antara lain:

1. Anggaran yang tersedia dalam APBN-P Tahun 2011 sebesar Rp218 miliar berasal dari realokasi anggaran pembangunan gedung tahun 2011 sebesar Rp800.015.820.000;

2. Mencatat usulan realokasi anggaran sebesar Rp193.908.211.000;

3. Menyetujui total kebutuhan realokasi anggaran DPR Tahun 2011 sebesar Rp247.444.711.000;

4. Menyetujui membiayai kekurangan sebesar Rp29.444.711.000 dari rasionalisasi sebesar Rp193.908.211.000, yaitu:

a. Merasionalisasi anggaran pelaksanaan fungsi legislasi sebesar Rp23.566.656.000;
b. Merasionalisasi kegiatan pemberitaan sebesar Rp5.878.055.000.

Pada 9 Desember 2011, terbitlah Keputusan Rapat BURT DPR RI tentang Laporan Panja-Panja BURT

Nomor 040/BURT/R.Pleno/MS.II/12/2011 yang diteken oleh Ketua Rapat Pius Lustrilanang. Dari surat inilah terlampir Laporan Panja Evaluasi Penggunaan Ruang di Gedung DPR RI mengenai Renovasi Ruang Kerja Badan Anggaran DPR RI.

Gresnews.com juga mendapatkan dokumen bertajuk: Rekapitulasi Usulan Relokasi Anggaran Tahun 2011 yang berkop Sekretariat Jenderal DPR RI. Konfigurasi anggaran relokasi 2011 sebesar total Rp238.429.737.000 itu terdiri dari:

1. Satuan Kerja Dewan sebesar Rp130.563.931.000;
2. Satuan Kerja Sekretariat Jenderal sebesar Rp107.865.806.000.

Rincian usulan relokasi anggaran 2011 untuk Satker Setjen terdiri dari:

1. Humas dan Pemberitaan sebesar Rp19.940.500.000;
2. Keanggotaan dan Kepegawaian sebesar Rp443.450.000;
3. Umum sebesar Rp8.318.590.000;
4. Keuangan sebesar Rp671.500.000;
5. Perencanaan dan Pengawasan sebesar Rp2.633.375.000;
6. Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi sebesar Rp74.799.956.000;
7. Unit Kerja Baru sebesar Rp1.058.435.000.

Pos untuk pembelian alat sadap itu ternyata masuk ke Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi pada subbagian Gedung dan Tanaman, dengan penamaan: Perbaikan Ruang Rapat Badan Anggaran Gedung Nusantara II DPR sebesar Rp24.768.982.000. Keterangan: Pemasangan alat antisadap (anti bugging), anti gummer.

Sepanjang pekan lalu, gresnews.com menelusuri lokasi ruang Banggar dan mencermati denah-denah perencanaan pembangunan ruangan yang akan diisi fasilitas baru, yakni, penggantian 173 kursi baru yang terbagi atas 4 kursi pimpinan sidang, 81 kursi anggota Banggar, 6 kursi sekretaris, 10 kursi staf ahli, dan 71 kursi eksekutif; ada juga pemasangan video wall dengan menempelkan 36 unit TV LCD 46″.

Merujuk pada denah rencana renovasi Ruang Banggar DPR, tidak disebutkan secara khusus spot/titik untuk pemasangan alat antisadap. Ruang rapat Banggar terdiri dari enam ruangan: ruang sidang, ruang tamu, ruang makan, ruang pimpinan, ruang staf dan kepala bagian, serta ruang pantry dan gudang. Pada tiap bagian ruangan terdapat sekat ruangan yang tidak disebutkan fungsinya. Hanya ruangan tamu atau yang disebut juga ruang istirahat menteri yang disebut detail. Dalam ruangan tersebut, pimpinan Banggar menjamu para menteri dengan menyediakan ruang tamu lengkap dengan ruangan makan untuk enam orang. Selain itu terdapat juga ruang tidur dengan sofa dan kasur menteri. Sementara dalam denah ruang pimpinan Banggar tidak dijelaskan detail fungsi tiap sekat. Hanya tergambar lima bagian ruangan. Ruang utama berisi meja panjang dengan sepuluh kursi. Terdapat juga empat kursi sofa. Sementara tiga sekat ruangan lain tidak disebutkan fungsinya secara spesifik.

Lantas bagaimana wujud alat antisadap itu? Bagaimana spesifikasinya? Berapa harganya?

Penelusuran gresnews.com dari sejumlah dokumen dan wawancara menemukan angka Rp7,8 miliar untuk pos pembelian alat antisadap di ruang kerja Banggar DPR. Angka Rp7,8 miliar itu merupakan bagian dari dana Rp20,3 miliar yang akhirnya disetujui sebagai anggaran untuk merenovasi ruang Banggar.

Jika berselancar di internet, ditemukan banyak situs yang menawarkan produk alat antisadap yang harganya mulai dari ratusan ribu per unit hingga puluhan juta per unit dengan beragam jenis dan spesifikasi. Situs duniaanekasecurity.com, yang mengklaim sebagai penyedia produk intelijen profesional untuk pejabat negara, organisasi pemerintah, politisi, dan VVIP, menawarkan alat antisadap Voice, Fax and Data Encryption System. Peralatan telepon top of the line ini menggunakan proses pemberian sandi (enkripsi) digital dan tingkat 128 bits triple DES, membuat percakapan Anda tidak dapat terkena penyadapan lewat telepon. Alat enkripsi ini menggunakan algoritma industri yang tinggi untuk memberikan sandi pada suara sinyal fax dan data.

Situs alatsadap.com juga menyediakan aneka alat antisadap untuk kebutuhan politisi, aparat negara, dan VVIP dengan harga bervariasi.

Situs uc-technology.com menawarkan alat antisadap dan alat anti rekam suara buatan Amerika Serikat berbasis analog dan digital seharga Rp22 juta/unit.

Diwawancarai secara terpisah, Ahli Teknologi Informasi dan Forensik Digital Universitas Indonesia Ruby Alamsyah menilai, anggaran Rp7,8 miliar untuk pembelian alat antisadap ruang rapat Banggar DPR terlampau mahal.

Menurut Ruby, berdasarkan pengalamannya di bidang sistem keamanan, harga pasar alat antisadap internasional berbasis pengacakan sinyal (jammer) bervariasi. “Tergantung luas ruangannya. Kalau 20 meter persegi itu hanya belasan juta. Kalau sebesar ruang Badan Anggaran itu bisa ratusan juta,” kata Ruby, kepada gresnews.com, Senin (30/1).

Ia menjelaskan, pemasangan alat sadap itu dipastikan dapat mengganggu kinerja penyidik KPK. “Karena cara kerja alat antisadap jenis jammer adalah mengacak sinyal telepon seluler dari Base Transceiver Station (BTS) sehingga telepon terputus, tidak dapat terpakai. Bagaimana mungkin bisa diakses KPK atau penegak hukum lain,” ujarnya.

Namun, Ruby berpendapat pengadaan alat antisadap oleh Badan Anggaran DPR bukan untuk menghindari penyadapan oleh penegak hukum. “Saya pikir tidak mungkin untuk menghindari penegak hukum seperti KPK. Anggota Badan Anggaran kan juga warga negara masak harus berbuat seperti itu menghindari penegak hukum,” kata Ruby.

Menurut dia ada sejumlah fungsi alat antisadap. “Kalau saya menduga yang dipasang di ruangan Banggar itu untuk menghindari pembicaraan di Banggar terdengar oleh pihak yang tidak berkepentingan, tapi bukan KPK,” ujarnya.

Ia mencontohkan penggunaan alat antisadap di ruang Badan Anggaran bisa untuk menghindari calo anggaran mendengarkan pembicaraan pembahasan anggaran. “Misalnya ada anggota Badan Anggaran yang menyalakan telepon selulernya untuk menghubungi orang tertentu yang ingin mendengar rapat Badan Anggaran itu bisa saja. Dengan pemasangan alat antisadap tersebut tidak akan ada anggota yang menggunakan telepon,” kata dia.

Kembali ke antisadap DPR, pemasangan alat antisadap itu dibenarkan oleh Kepala Biro Pemeliharaan Pembangunan dan Instalasi (Harbangin) DPR RI, Soemirat, kepada gresnews.com, Kamis (26/1). Namun sebelum menjawab pertanyaan gresnews.com, Soemirat sedikit gagap dan lama terdiam. “Saya pernah dengar itu, ada alat anti sadap di ruang Banggar. Tapi saya cek lagi,” kata Soemirat.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Pius Lustrilanang, juga tidak menyangkal. “Ya, gitulah. Saya tak akan banyak komentar soal alat antisadap itu,” ujar Pius.

Menurut Pius, usulan dari Setjen DPR RI sebesar Rp24,7 miliar untuk renovasi ruang Banggar adalah untuk ditenderkan dan akhirnya pemenang tender sanggup dengan angka Rp20,3 miliar.”Dalam tender, tidak bisa satu-satu dilakukan, tapi harus satu paket, termasuk pembelian dan pemasangan alat antisadap itu,” ungkap Pius.

Namun, berbeda dengan Pius, Ketua BURT yang juga Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan pembelian alat antisadap itu dibatalkan. “Gak ada. Itu dibatalkan,” kata Marzuki kepadagresnews.com.

Secara terpisah, Deputi Administrasi Sekretariat Jenderal DPR RI, Slamet Sutarsono mengatakan, setiap perencanaan pembangunan falisilitas di lingkungan DPR RI sepengetahuan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).

“Harusnya BURT mengatahui sebab semua kegiatan untuk membangun fasilitas di DPR RI, selalu rapat antara BURT dengan Setjen DPR RI. Setjen DPR RI selalu memberikan bahan ke BURT. Masak kita tidak kasih bahan ke BURT. Kita selalu diminta dan selalu mengikuti apa maunya, bagaimana maunya BURT. Saya tidak tahu kenapa BURT bilang tak tahu sama sekali soal renovasi ruang Banggar itu,” kata Slamet kepada gresnews.com, Jumat lalu.

Menurut dia, mekanisme anggaran di DPR RI dimulai dari permintaan salah satu alat kelengkapan dewan yang disampaikan kepada Setjen DPR RI. Mendapat permintaan itu, lalu Setjen membuat Rancangan Anggaran Biaya (RAB). RAB tersebut, kata Slamet, dibahas bersama dengan BURT.

“Ada permintaan dari Alat Kelengkapan Dewan (AKD) serta unit-unit lain kepada Setjen DPR RI untuk kebutuhan yang diperlukan. Semua usulan itu setelah diterima dibahas oleh Setjen DPR RI kemudian secara bersama-sama dibahas dengan BURT untuk mengkompilasi hasil usulan tersebut. Setelah itu putus, maka BURT membicarakan dengan Badan Anggaran (Banggar). Setelah disetujui oleh Banggar lalu dibawa ke rapat paripurna DPR RI. Bila disahkan di rapat paripurna, lalu dikirim ke Kemenkeu sebagai usulan rencana kerja anggaran,” kata Slamet.

Terkait alat antisadap tersebut, gresnews.com menelusuri lebih jauh siapa yang mengusulkan pembelian alat tersebut. Menurut sumber gresnews.com yang mengikuti rapat-rapat anggaran DPR, pengusul pembelian alat antisadap itu diduga adalah Ketua Banggar Melchias Mekeng (Fraksi Golkar). Untuk mencari kebenaran informasi itu, gresnews.com mencoba meminta konfirmasi kepada Melchias Mekeng melalui pesan singkat (SMS) dan telepon. Namun belum ada jawaban dari Mekeng.

Anggota Banggar Saan Mustopa, berkelit, mengaku tak tahu. “Wah, saya baru tahu ada alat antisadap,” ujar Saan.

Membungkus kejahatan?
Rencana memasang alat antisadap di ruang Banggar DPR itu menuai protes keras sejumlah kalangan, termasuk anggota Dewan. “Dengan pemasangan alat antisadap itu, jelas ada niat tak baik dari Banggar. Pemasangan alat antisadap itu mencederai perasaan rakyat. Tentunya pemasangan alat antisadap itu harus dihentikan,” kata mantan anggota Banggar dari Fraksi PAN Taslim Chaniago, Jumat pekan lalu.

Anggota Komisi I DPR RI Teguh Juwarno menyatakan, pemasangan alat anti sadap itu terlalu berlebihan. “Semua rapat-rapat di DPR RI harus transparan, tidak boleh ditutup-tutupi,” kata dia.

Diwawancarai secara terpisah, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Usman Abdhali Watik mengatakan, salah satu dari tujuh indikator keberhasilan penerapan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah mendorong partisipasi publik dalam proses pembentukan kebijakan.

“Keterbukaan harus melahirkan partisipasi substantif bukan partisipasi semu yang selama ini sering digembar-gemborkan orang-orang DPR,” kata Usman kepada gresnews.com, Minggu (29/1).

Soal alat antisadap, Usman mengatakan tindakan itu berlebihan. “Semestinya di DPR tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Tapi, sayang, DPR buat aturan internal tentang rapat tertutup sehingga hal ini tidak sejalan dengan UU KIP,” kata Usman.

Usman menegaskan, rakyat wajib curiga jika di DPR dipasang alat antisadap. “Wajib curiga kalau DPR membahas anggaran dengan pola seperti itu (tertutup),” ujarnya.

Bagaimana sikap KPK? Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pemasangan alat antisadap tidak akan mengganggu penelusuran kasus korupsi.

“Dalam melakukan pengusutan sebuah perkara, KPK tidak mengandalkan penyadapan. Penyadapan diperlukan sejauh proses penyelidikan atau penyidikan benar benar dibutuhkan dan itu sangat selektif melalui proses persetujuan pimpinan KPK,” kata Johan, kepada gresnews.com, Minggu (29/1).

Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun oleh gresnews.com, KPK saat ini tengah membidik dugaan korupsi berkaitan dengan renovasi ruang Banggar DPR. Menurut sumber gresnews.com di lingkungan KPK, pekan lalu, pimpinan KPK sudah melakukan gelar perkara berkaitan dengan proyek renovasi Banggar DPR itu.

Mari kita nantikan hasilnya.

TIM SOMASI

Editor : Oki Baren (oki@gresnews.com)

Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing Pasca-Putusan MK

Kedudukan hukum pelaksanaan Outsourcing ini didasarkan pada Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”) yang berbunyi:

“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”

Pada 17 Januari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (“MK”) memutus permohonan pengujian UUK yang diajukan oleh Ketua Umum Aliansi Petugas Pembaca Meteran Listrik (AP2ML) Didik Suprijadi (Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011). Berikut bunyi amar putusannya:

AMAR PUTUSAN

Mengadili,

Menyatakan:

·          Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

·          Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam 47 perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

·          Frasa “…perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

·          Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

·          Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Sumber: Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011

Dalam pertimbangannya, MK menegaskan outsourcing adalah kebijakan usaha yang wajar dari suatu perusahaan dalam rangka efisiensi usaha. Tetapi, pekerja yang melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh kehilangan hak-haknya yang dilindungi konstitusi. Agar para pekerja tidak dieksploitasi, Mahkamah menawarkan dua model outsourcing, yaitu :

  1. Dengan mensyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja dan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”), tetapi berbentuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (“PKWTT”).
  2. Menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing.

Karena itu, melalui model pertama, hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing dianggap konstitusional sepanjang dilakukan berdasarkan PKWTT secara tertulis.

Sementara, model kedua, dalam hal hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing berdasarkan PKWT, pekerja harus tetap mendapatkan perlindungan hak-haknya dengan menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan.

Meski demikian, kalangan pekerja dan pengusaha masih berbeda pandang melihat tersebut. Guna menghindari kesimpangsiuran lebih jauh, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencoba menindaklanjuti Putusan MK No 27/PUU-IX/2011 itu melalui Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012. “Putusan Mahkamah Konstitusi  itu ditindaklanjuti dengan Surat Edaran untuk mengatur dengan lebih tepat lagi mekanisme yang selama ini sudah berjalan, sehingga hak-hak para pekerja outsourcing benar-benar terjamin,” kata Menakertrans Muhaimin Iskandar, sebagaimana dikutip dalam artikel Kemenakertrans Terbitkan Aturan Outsourcing dan PKWT.

Bahwa Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 tidaklah mencabut pasal UU Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai outsourcing (lihat amar putusannya di atas). Untuk pekerja/karyawan outsourcing saat ini  diberikan perlindungan hukum dalam dua model outsourcing sebagaimana di jelaskan di atas sesuai putusan MK tersebut.

Bung Hatta: Negarawan Berintegritas Tinggi

Hujan air mata dari pelosok negeri,
saat melepas engkau pergi
Berjuta kepala tertunduk haru,
terlintas nama seorang sahabat\
Yang tak lepas dari namamu
Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, berkafan do’a dari kami yang merindukan
Orang sepertimu


Masih ingat lagu tersebut? Ya, itulah penggalan lirik Bung Hatta karya Iwan Fals. Iwan menciptakan lagu tersebut tak lama setelah proklamator tersebut meninggal dunia, 14 Maret 1980. Sebagai wujud kekagumannya kepada sosok Dr. Mohammad Hatta, begitu nama lengkapnya, dalam penggalan lain Iwan juga menggambarkan mantan wakil presiden pertama Republik Indonesia itu sebagai pribadi yang jujur, lugu, dan bijaksana.

Iwan Fals bukan satu-satunya insan seni yang mengabadikan Bung Hatta dalam karyanya. Seniman besar lain, Taufi q Ismail, juga mengekspresikan kekagumannya pada suami Rahmi Rachim tersebut.

Melalui puisinya yang berjudul “Rindu pada Setelan Jas Putih dan Pentalon Putih Bung Hatta”, Taufiq mengenang Bung Hatta sebagai negarawan jenius yang selalu menepati waktu, memenuhi janji, lurus, jujur, hemat, dan bersahaja.

“Kita rindu pada penampakan dan isi jiwa bersahaja, lurus yang tabung, waktu yang tepat berdentang, janji yang tunai, kalimat yang ringkas padat, tata hidup yang hemat,” kata Taufi q dalam puisinya itu.
Kekaguman Iwan dan Taufi q tentu bukan tanpa sebab. Sebagai seniman yang memiliki sense of social cukup tinggi, Iwan tak mungkin memuja begitu saja seseorang jika sosok tersebut tak layak disanjung. Begitu juga dengan Taufiq, yang kerap menyisipkan pesan moral dan agama dalam setiap puisinya.
Ya, begitulah Bung Hatta di mata masyarakat. Banyak kisah tentang dia yang menyadarkan kita semua,
bahwa Indonesia pernah memiliki seorang pemimpin dan negarawan yang teramat bersahaja. Dan, itu pula yang disampaikan Rachmawati  Soekarnoputri dalam tulisannya yang dimuat di Harian Kompas, 9 Agustus 2002, Mengenang 100 Tahun Bung Hatta.

Dalam tulisan tersebut, putri mendiang Bung Karno tersebut mengatakan, suri teladan yang perlu diteladani dari Bung Hatta adalah sifat dan perilakunya yang fair dan jujur. “Jujur di sini, tidak hanya terbatas pada tidak melakukan praktik KKN selama berkuasa atau menjabat. Namun, lebih dari itu, Bung Hatta jujur terhadap hati nuraninya,” kata Rachmawati.

Sepatu dan Mesin Jahit
Bagaimana dengan cerita lainnya tentang Bung Hatta? Teramat banyak. Dan, salah satu yang dikenang masyakarat adalah kisah nya tentang sepatu Bally. Pada tahun 1950-an, Bally adalah merek sepatu bermutu tinggi yang berharga mahal. Bung Hatta, ketika masih menjabat sebagai wakil presiden, berniat membelinya. Untuk itulah, maka dia menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya. Setelah itu, dia pun berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut. Namun, apa yang terjadi? Ternyata uang tabungan tidak pernah mencukupi untuk membeli sepatu Bally. Ini tak lain
karena uangnya selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu orang-orang yang datang kepadanya guna meminta pertolongan.

Alhasil, keinginan Bung Hatta untuk membeli sepasang sepatu Bally tak pernah kesampaian hingga akhir hayatnya. Bahkan, yang lebih mengharukan, ternyata hingga wafat, guntingan iklan sepatu Bally tersebut masih tersimpan dengan baik. Andai saja Bung Hatta mau memanfaatkan posisinya saat itu,
sebenarnya sangatlah mudah baginya untuk memperoleh sepatu Bally, misalnya dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalannya. “Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri,” kata Adi Sasono, mantan Menteri Koperasi era Pemerintahan BJ Habibie.

Sementara menurut Jacob Utama, Pemimpin Umum Harian Kompas, segala yang dilakukan Bung Hatta sudah mencerminkan bahwa dia tidak hanya jujur, namun juga uncorruptable, tidak terkorupsikan. Kejujuran hatinya membuat dia tidak rela untuk menodainya dengan melakukan tindak korupsi. Mungkin banyak masyarakat berkomentar, “Iya, lha wong sepatu Bally harganya, kan, selangit.” Namun lagi-lagi itulah, ternyata bukan hanya sepasang sepatu itu yang tidak mampu dibeli Hatta.

Barang lain yang juga tak mampu dibelinya adalah mesin jahit yang juga sudah lama didambakan sang istri. Wah, mengapa bisa begitu? Ya, tak lain karena setelah mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden, 1 Desember 1956, uang pensiun yang diterimanya sangat kecil. Bahkan saking kecilnya, sampai-sampai hampir sama dengan Dali, sopirnya yang digaji pemerintah.

Dalam kondisi seperti ini, keuangan keluarga Bung Hatta memang sangat kritis. Sampai-sampai, pernah suatu saat Bung Hatta kaget melihat tagihan listrik, gas, air, dan telepon yang harus dibayarnya, karena mencekik leher. Menghadapi keadaan itu, Bung Hatta tidak putus asa. Dia semakin rajin menulis untuk menambah penghasilannya. Baginya, biarpun hasilnya sedikit, yang penting diperoleh dengan cara yang halal.

Itu sebabnya, mengapa Bung Hatta mengembalikan sisa uang yang diberikan pemerintah untuk berobat ke Swedia. Itu dilakukan, karena sepulang dari Swedia Bung Hatta mendapati bahwa uang tersebut masih bersisa, dan dia merasa itu bukan haknya. Mengagumkan sekali, bukan? Tentu. Dan, apa yang dilakukan Bung Hatta adalah karena dia ingin menjaga nama baik. Bukan hanya dirinya sendiri, tetapi nama baik bangsa dan negara. Dalam konteks itu pula, maka Bung Hatta pun tidak berusaha bekerja di berbagai perusahaan meski sebenarnya sangat memungkinkan.

Dalam pandangannya, jika dia bekerja pada perusahaan, maka citra seorang mantan wakil pre siden akan runtuh. Juga, jika dia menjadi seorang konsultan, maka sebenarnya dirinya sedang terjebak ke dalam bias persaingan usaha yang sarat dengan kepentingan. Bagai mana posisinya sebagai bapak bangsa jika sudah begitu? Itu yang dijaganya, dan itu pula yang membuat Bung Hatta lebih memilih hidup sederhana. Dalam catatan yang ditulis Meutia Farida, putri sulung Bung Hatta, keluarga Bung Hatta memang bukan keluarga yang mengejar kemewahan hidup. Bukan hanya Bung Hatta yang memiliki pikiran dan sikap demikian, juga istrinya Ny. Rahmi Hatta. “Kita sudah cukup hidup begini, yang kita miliki hanya nama baik, itu yang harus kita jaga terus,” tulis Meutia menirukan kata ibunya.

Lima Demonstran di Maroko Bakar Diri Tuntut Lapangan Kerja

Lima Demonstran di Maroko Bakar Diri Tuntut Lapangan Kerja

Demonstran di Rabat, Maroko, berdiri di atas gedung memegang botol bensin mengancam bakar dir

(VIVAnews)

Maroko (tvOne)

Aksi bakar diri dilakukan lima demonstran yang menuntut penciptaan lapangan pekerjaan di Rabat, Ibukota Maroko. Demonstran terdiri dari para lulusan kampus dan aktivis hak asasi manusia (HAM).

Akibat aksi tersebut, tiga orang terbakar cukup parah dan dirawat di rumah sakit (RS), sementara 2 korban selamat hanya luka bakar ringan.

Pada Kamis (19/1), pemerintah terpilih mempresentasikan rencana baru untuk parlemen dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja, pendidikan, dan kesehatan. Pemerintah Maroko berjanji untuk menciptakan 200.000 lapangan kerja baru tahun melalui investasi publik dan swasta.

Sementara itu, tingkat pengangguran resmi telah mencapai 9,1 persen secara nasional, dan naik menjadi sekitar 16 persen untuk para lulusan Universitas. Mahasiswa Maroko yang baru lulus kemudian bergabung dalam bagian dari gerakan “pengangguran lulusan kampus “.

Mereka menuntut ke seluruh negeri untuk menciptakan jutaan lapangan pekerjaan bagi lulusan universitas. Namun demonstrasi sering kali berakhir dengan kekerasan dan dibubarkan secara paksa oleh polisi, mengakibatkan bentrokan berkelanjutan. Pekan lalu, empat orang lagi mengatur diri mereka sendiri pada api di Tunisia, termasuk ayah dari tiga yang meninggal dari luka bakarnya.